Rusmawati: Merajut Asa Anak Nelayan Lewat Sanggar Belajar

By Arda Sitepu - Tuesday, December 20, 2022

 

Foto : Dokumentasi Pribadi (Wawancara dengan Rusmawati)

“Anak nelayan punya masa depan apa? Ujung-ujungnya juga menangkap ikan dan hidup pas-pasan”

 

Curhat seorang istri nelayan yang berada di pesisir Serdang Bedagai Sumatera Utara kepada Rusmawati. Rusmawati yang senang disapa Kak Rus merupakan perempuan kelahiran Karang Anyar, 28 Juli 1976. Semenjak tahun 1994, ia sudah aktif dan bergabung di berbagai LSM Perempuan.

Salah satu LSM diikuti adalah HAPSARI (Himpunan Serikat Perempuan Indonesia). Organisasi ini berfokus pada pedesaan, membangun sumber daya manusia terkhusus perempuan serta lingkungan desa.

Tepatnya tahun 1995, Rusmawati melalui HAPSARI berharap dapat memajukan desa-desa sekitar wilayah tempat tinggalnya seperti desa yang berada di pesisir pantai Serdang Bedagai. Rasa prihatin ini muncul ketika beliau menapaki pesisir pantai Serdang Bedagai.

Di tahun 90-an, daerah pesisir ini merupakan wilayah abu-abu, di mana tingkat kemiskinan masih tinggi dan kesejahteraannya jauh dibanding daerah lain ada di sekitarnya. Usia Rusmawati saat ini tergolong muda, untuk memulai misi mendirikan Sanggar Belajar Anak.

Menurut Kak Rus, perekonomian desa pesisir akan meningkat ketika anak-anak atau generasi penerus memiliki tingkat pendidikan yang baik di masa depan. Pemilihan daerah pesisir sebagai tempat untuk mendidik anak khususnya di usia dini adalah karena berbagai trauma yang dirasakan anak-anak nelayan pesisir pantai.

Dulu pesisir Serdang Bedagai masuk ke dalam wilayah Deli Serdang. Namun, karena cakupan wilayah Deli Serdang sangat luas maka daerah ini jarang sekali diperhatikan. Perekonomian sangat lemah, sebagian besar mata pencarian penduduk adalah sebagai nelayan tradisional.

Orang tua lelaki pergi ke laut untuk mencari ikan dengan pancing atau alat seadanya. Sedangkan si ibu menjadi Buruh Harian Lepas (BHL).

Penghasilan yang didapatkan sangat minim, sehingga ibu atau perempuan pada umumnya mencari tambahan seperti membersihkan sampan nelayan atau mencari sisa panen padi di kebun orang. Di samping itu, tak sedikit perempuan yang menyemat atap

Trauma Anak Pesisir

Foto : Kemdikbud.go.id (Masyarakat Pesisir Serdang Bedagai)

Kondisi orang tua membuat anak-anak yang masih balita harus terlantar dan dibiarkan bermain seharian. Orang tua mereka bekerja dari subuh hingga larut malam, sehingga anak usia 6 (enam) tahun sudah diberi tugas untuk menjaga dan mengurus adik-adiknya.

Anak-anak nelayan tumbuh tanpa arahan, bahkan banyak terjadi pernikahan di usia dini. Saat anak perempuan sudah memasuki usia 12 – 14 tahun, maka orang tua sudah menikahkan mereka agar dapat lepas tanggung jawab untuk mengurusnya. Pemahaman tentang anak hanya sampai pada melahirkan tidak berkelanjutan untuk mendidik dan mengarahkan.

Tak jarang juga anak mengalami trauma yang mendalam saat orang tua atau bapaknya meninggal dunia di laut. Tantangan di laut sangat berat, apalagi bersaing dengan kapal besar yang menggunakan pukat harimau untuk menjaring ikan.

Permasalahan nelayan tradisional dengan nelayan yang menggunakan pukat harimau mungkin sudah ada sejak dulu. Sehingga nelayan tradisional di tahun 90-an selalu tidak berdaya. Tak jarang sampan nelayan tradisional dengan sengaja ditabrak hingga pecah dan karam.

Keselamatan jiwa nelayan sangat dipertaruhkan, belum lagi hasil tangkapan yang tidak besar jika dibanding dengan pukat harimau yang juga dapat merusak biota laut. Kondisi ini menyebabkan trauma yang mendalam untuk anak-anak nelayan.

“Keluarga nelayan itu kondisinya sangat miris, penghasilan kecil, keselamatan jiwa terancam jika bertemu kapal besar. Tidak ada jaminan keselamatan saat pergi ke laut. Jika suaminya meninggal di laut, maka sang istri akan stres dan beban hidup ditanggung olehnya dan anak-anak pun semakin terlantar.”

Keprihatinan akan istri dan anak-anak nelayan ini, Rusmawati membulatkan tekad agar anak-anak nelayan dapat lebih diperhatikan, dididik serta diberikan motivasi. Karena anak-anak memiliki hak untuk bermain, hak untuk bahagia dan mendapatkan kesejahteraan.

 

Melaju di Jalan Rusak

Kondisi jalan menuju pesisir ternyata tidak semudah yang dibayangkan Kak Rus. Pertama kali datang ke pesisir dengan motor butut-nya beberapa kali harus terjebak di jalan. Apalagi saat hujan turun, jalanan menjadi licin, banyak genangan air.

“Tidak semua orang sanggup masuk ke daerah pesisir. Akses jalan yang sangat buruk, medan-nya sangat sulit ditempuh, banyak semak-semak. Apalagi pada saat itu saya seorang perempuan, ya modal doa saja.”

Tidak semua perempuan berani melakukan dan menempuh jalan seperti ini, di mana sepanjang jalan jarak rumah yang satu dengan yang lain berjauhan. Penerangan jalan sangat minim dan sepulang dari pesisir sekitar Pukul 17.30 WIB dan kadang sampai di rumah menjelang magrib.

Tak jarang Rusmawati menginap di rumah penduduk karena kondisi jalan yang tidak mendukung. Di samping itu, alasan untuk menginap di rumah agar mengenal lebih dekat keluarga nelayan dan berbagai aktivitas yang dilakukan dari pagi hingga malam.

Hari lepas hari, perjalanan ini dilalui tanpa ada rasa jenuh. Setiap pulang dari daerah pesisir beliau selalu merenung, apakah usaha yang dilakukan akan membuahkan hasil. Selain jalan yang sulit ditempuh, ternyata sebagian masyarakat desa pesisir juga menganggap usaha yang dilakukan perempuan yang memiliki 7 orang anak ini adalah ilegal.

Setiap bertemu dengan beberapa ibu, mereka menganggap bahwa kegiatan mendidik anak harusnya peran pemerintah bukan seseorang atau kelompok. Namun, apa pun kendala yang datang, Rusmawati tetap berusaha dan optimis bahwa apa yang dilakukannya akan bermanfaat kelak bagi keluarga nelayan.

Sanggar Belajar Anak Sialang Buah

Desa pertama yang didatangi Rusmawati saat itu adalah Pekan Sialang Buah. Desa yang mayoritas penduduknya sebagai nelayan. Setelah beberapa kali melakukan pendekatan dengan penduduk, berdiskusi dengan para ibu dan berbagai usaha yang dilakukan akhirnya di tahun 2003 berdiri Sanggar Belajar Anak (SBA).

“Anak-anak nelayan ini harus diselamatkan, walaupun usaha yang dilakukan cukup sulit, saya bersyukur di tahun 2003 sudah berdiri sebuah Sanggar Belajar di Pekan Sialang Buah.”

Rusmawati menyampaikan bahwa masih sedikit orang yang peduli dengan masyarakat di luar sana yang sangat membutuhkan kasih sayang dan pertolongan. Beliau mula-mula mendirikan kegiatan belajar anak di teras Musholla Al Ikhlas sekitar 6 (enam) bulan. Kemudian Rusmawati bersama teman menghimpun dana secara sosial untuk membangun sebuah gedung yang sederhana.

Foto : Rusmawati (KB. Mekar Hidayah Desa Kota Pari kec. Pantai Cermin Tahun 2011)

“Alhamdulillah selain uang hasil Infaq dan Sedekah maka terhimpun dana dari warga setempat. Saat itu terkumpul 2,5 Juta, bersyukur pula dari masyarakat setempat ada yang menyumbang paku, semen, batang kelapa, kayu dan ada juga yang menyumbang tenaga untuk menyemat atap gedung Sanggar Belajar Anak yang kita dirikan.”

Akhirnya, jadilah gedung Sanggar Belajar Anak yang sederhana dan saat itu ada 40 anak yang menjadi anak didik dimulai dari usia 3-6 tahun. Pendekatan Rusmawati dan teman-teman yang dilakukan kepada anak-anak pada saat itu adalah pendekatan secara emosi.

Banyak anak nelayan yang trauma karena orang tua yang meninggal di laut, tak hanya itu kekerasan juga terjadi. Apalagi jika orang tua yang tidak mendapatkan penghasilan maka anak-anak menjadi korban kekerasan.  

Metode yang dilakukan beliau adalah membuka diri, menemani anak-anak dengan tulus. Menganggap semua anak didik sebagai anak sendiri dan menyayangi mereka dengan sepenuh hati.

Alhasil dengan perjuangannya bersama teman-teman seperti Ibu Murni, Ibu Ema Salmah, Ibu Mardiana, Ibu Lely, Pak Agus, Ibu Yanti serta Kepala Dusun pada saat itu, maka berdiri 11 sanggar yang berada 4 kecamatan:

  1. Kecamatan Pantai Cermin : Kelompok Bermain (KB) Mekar Hidayah
  2. Kecamatan Teluk Mengkudu : KB Melati, Pasir Putih, Assyiddiq, Arrahim, Assyakirin dan Arrahman.
  3. Kecamatan Tanjung Beringin : KB Arrahman
  4. Kecamatan Perbaungan : KB Assyiddiq, Aisyiyah dan Melati

Foto : Rusmawati (KB.As - Syiddiq bersama anak-anak Kelompok Bermain)

Sejak semula, niat dan harapan Rusmawati adalah ingin mendirikan ruang belajar untuk anak usia dini sehingga dinamakan Sanggar Belajar Anak. Ternyata, terdapat undang-undang yang mengatur tentang pemberian nama untuk pendidikan luar sekolah sehingga Sanggar Belajar Anak diubah menjadi Kelompok Bermain. Semenjak tahun 2018 pengelolaan Kelompok Bermain tersebut secara keseluruhan diserahkan kepada Pemerintahan Desa.

Sanggar Belajar Anak Mengembangkan Sayap

Foto : Rusmawati (Wisuda Awal Sanggar Belajar Anak)

 

Tahun 2015, Kelompok Bermain mendapat bantuan dari pemerintah sebesar Rp4.000.000 – Rp5.000.000,- Mulai tahun 2017 hingga sekarang mendapat Bantuan Operasional Penyelenggaraan yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah murid di setiap Kelompok Bermain.

Kak Rus menyampaikan bahwa Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia merupakan motivator terbesar dalam hidupnya.

“Semua orang adalah guru dan semua tempat adalah sekolah. Hal ini yang membuat saya selalu bersemangat saat melangkahkan kaki ke daerah pesisir. Saya percaya bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk mengajar dan dimana pun dapat dijadikan tempat untuk belajar.”

Oleh karena itu, tenaga pengajar yang semula membantu Kak Rus untuk mendidik anak-anak di tahun 90-an adalah ibu rumah tangga atau perempuan desa yang memberi hati dan memiliki kepedulian terhadap anak-anak. Bahkan guru di jaman itu, tidak tamat Sekolah Dasar namun memiliki talenta yang luar biasa untuk mengasuh anak.

Berjalannya waktu serta jaringan yang dibangun melalui SPPN, maka guru-guru yang tidak sekolah tersebut termotivasi untuk kembali bersekolah. Hal yang dilakukan Kak Rus adalah mendaftarkan guru-guru tersebut untuk mengejar paket A dan paket B. Akhirnya, sampai saat ini sudah ada dua guru yang menyelesaikan perguruan tinggi.

Di akhir pembicaraan, wanita yang sedari kecil bercita-cita menjadi seorang guru ini menyampaikan harapannya pada pemerintah untuk lebih peka terhadap anak-anak yang menjadi generasi penerus bangsa. Kak Rus menyampaikan bahwa anak Indonesia harus diselamatkan.

Apalagi di era digital saat ini anak-anak pesisir sudah terkontaminasi dengan situs-situs terlarang. Belum lagi, narkoba sudah marak di daerah pesisir sehingga pencabulan, bulying dan kekerasan seksual pada anak sering terjadi.  

“Saya sangat berharap hadirnya Kelompok Bermain di daerah pesisir pantai mampu membantu anak-anak untuk lebih menjaga diri. Selama 2,5 jam kami bisa menjaga dan memberikan kasih sayang serta mengarahkan orang tua untuk mendidik anak sebagai penerus keluarga agar kehidupan mereka lebih baik di masa depan.”

Anak-anak dari keluarga pesisir pantai juga memiliki hak yang sama dengan anak-anak di belahan bumi manapun. Sehingga perjuangan yang dilakukan Kak Rus menjadi motivasi generasi muda saat ini bahwa setiap orang dituntut menjadi ‘khalifah’ dan selalu berbuat tulus kepada semua orang.

Foto : Rusmawati (Acara Satu Indonesia Awards 2019 Menjadi Pembicara & Menebar Inspirasi di Palembang)

Apa yang dilakukan Kak Rus, mendapatkan penghargaan dari pemerintah dan menerima Apresiasi Bidang Pendidikan di Satu Indonesia Awards Tahun 2011. Saat ditanya, bagaimana perasaan menerima penghargaan tersebut maka Kak Rus menjawab bahwa dia tidak pernah menyangka mendapat penghargaan tersebut karena apa yang dilakukan hanya karena ingin anak-anak nelayan di pesisir dapat terarah dan terdidik dengan baik.

Foto : Dokumen Pribadi (Foto Bersama Rusmawati, Sosok Pejuang Pendidikan Anak Nelayan Pesisir Serdang Bedagai)

Hari ini, saya sebagai perempuan mendapat banyak pelajaran berharga dari sosok Rusmawati. Seorang yang sederhana namun memiliki kekayaan hati dan selalu menaruh kasih sayang untuk anak-anak di sekitar pesisir Serdang Begadai. Sebagai generasi muda, saya mulai berpikir berbuat apa untuk lingkungan sekitar saya.

#BangkitBersamaUntukIndonesia

#KitaSATUIndonesia

  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Dear All,

Terima kasih sudah meninggalkan jejak positif di kolom komentar. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup. ^_^