[KEINDAHAN ALAM YANG TERSEMBUNYI]
Dear All,
Siapa yang tak
kenal Danau Toba? Danau Toba merupakan salah satu destinasi parawisata di
Indonesia yang keindahannya sudah tidak diragukan lagi. Danau yang melewati 7
(tujuh) kabupaten ini terpampang nyata di bumi Sumatera bagian Utara.
Dulu waktu masih duduk di bangku SD, saya melihat seorang teman memiliki tas dan sepatu baru. sampai di rumah, berlari ke dapur untuk meminta Mama membelikan tas dan sepatu baru tersebut.
Di sudut tenda pengungsi, seorang anak bertanya pada Ibu-nya: “Nde, ndigan kita mulih ku kuta? (baca : Ma, kapan kita pulang ke rumah?). Hampir 3 (tiga) tahun, muncul ribuan pertanyaan dari anak-anak pengungsi Sinabung kepada orang tua, kapan, kenapa, kemana, dll.
Pertanyaan tersebut hanya dijawab dengan harapan yang besar kepada Sang Pencipta dan pemerintah yang turut membantu perubahan nasib pengungsi Sinabung ke depan. Dulu, di bawah kaki Sinabung merupakan tanah yang subur. Seperti lagu, apapun yang dilempar akan tumbuh dan berbuah.
Namun, sekarang hanya butiran debu vulkanik yang bertebaran di lima kilometer serta puing-puing reruntuhan rumah yang serangga pun enggan menempatinya. Hampir 30 ribu pengungsi menggantungkan hidup mereka kepada pemerintah dan tangan-tangan donatur.
Sebagai anak yang terlahir di Tanah Karo dan sebagian besar keluarga tinggal di sana, merasa bencana ini sebagai beban berat yang harus dipikul setiap hari. Tak tahu sampai kapan derita yang dialami para pengungsi harus berakhir. Di tambah dengan pertikaian sesama Suku Karo terjadi dikarenakan relokasi pengungsi.
Tidak ada lagi rasa ingin berbagi, rasa membantu dan rasa empati antara sesama Suku Karo. Mungkin,erupsi terlalu lama sehingga banyak rasa yang baik harus terkikis. Masyarakat Karo sudah mulai bosan dengan bencana yang tidak tahu di mana ujungnya.
Rumah, harta, lahan sampai ternak semuanya hilang. Ribuan rumah terpendam abu vulkanik. Penopang utama kehidupan warga tidak berfungsi lagi. Butuh waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kehidupan warga yang hampir seluruhnya adalah petani ke kondisi sebelum letusan.
Sejak 1913, dataran tinggi Karo merupakan pusat budidaya berbagai jenis sayuran dan produk holtikultura. Ekspor sayuran dan buah sampai ke Malaysia dan Singapura. Namun, sekarang tanah subur mengalami perubahan secara fisik, kimia dan biologi.
Di samping itu, erupsi Gunung Sinabung menyebabkan perubahan baik sumberdaya lahan maupun infrastruktur pertanian di sekitar 8 (delapan) desa. Kerusakan infrastruktur pertanian disebabkan oleh aliran lahar dingin yang merusak saluran irigasi, lahan pertanian dan lainnya.
Di samping itu, lahar dingin menyebabkan minimnya jumlah ketersediaan air untuk pertanian, peternakan dan kebutuhan air rumah tangga. Infrastruktur berupa jaringan pipa air pun tak lagi ditemui, tenggelam bersama abu vulkanik.
Sekarang para petani tidak dapat lagi mengais rezeki melalui lahan yang dulunya subur berubah mejadi abu vulkanik. Tidak ada lagi fasilitas infrastruktur yang mendukung dan ekstrimnya desa tempat tinggal tidak dapat lagi di huni mungkin dalam jangka waktu yang sangat lama.
Apakah mungkin para petani harus pensiun dini, harus selalu hidup di tenda pengungsi dan melawan dinginnya udara karena akhir-akhir ini cuaca kurang bersahabat. Mereka butuh relokasi, butuh rumah untuk berteduh dan berbagai infrastruktur untuk memperbaiki perekonomian yang sudah terpuruk selama 3 (tiga) tahun ini.
Pasca bencana erupsi Sinabung, pemulihan lahan dan pengungsi dilakukan secara sinergis antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha berupa relokasi. Relokasi merupakan gagasan menata ulang kembali lokasi pemukiman. Di mana relokasi ini bertujuan sebagai upaya penanggulangan bencana untuk meminimalisasi korban apabila terjadi lagi bencana di kemudian hari.
Di samping itu, relokasi dilakukan untuk kembali memulihkan secara perlahan perekonomian masyarakat Karo yang terkena dampak bencana Gunung Sinabung. Ribuan anak-anak harus menyelesaikan pendidikannya khususnya siswa SD dan SMP.
Pemerintah beserta TNI sudah mengupayakan relokasi pertama yaitu relokasi Siosar untuk sekitar 370 Kepala Keluarga (KK) dari tiga desa yaitu Simacem, Bekerah dan Sukameriah. Di samping itu, masyarakat Karo korban Sinabung juga diberikan lahan pertanian untuk membangkitkan aktivitas perekonomian dan budaya.
Namun, jika dilihat dari relokasi tahap II di Desa Lingga tidak berjalan dengan baik bahkan memakan korban dalam peristiwa relokasi ini. Alhasil, relokasi dan pembangunan infrastruktur untuk sementara diberhentikan.
Melihat kegagalan dan tantangan dari relokasi tahap II, maka sudah seharusnya pemerintah melakukan plan B. Sebagai masyarakat yang hidup di tengah Suku Karo maka saya menyarankan agar dibangunnya RUSUN sebagai solusi pengungsi Gunung Sinabung.
Kata ‘Rusun’ mungkin tidak asing bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan seperti Jakarta. Namun, rusun menjadi asing saat dihadapkan dengan daerah seperti Tanah Karo. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun, defenisi Rumah Susun adalah :
“Bangunan gedung bertingkat yang dibangung dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama”
Identiknya rusun dibangun apabila suatu daerah tidak memiliki lahan yang cukup luas, sehingga rusun adalah pilihan yang tepat untuk menampung banyak keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal. Lain halnya di daerah, yang masih memiliki banyak lahan untuk membangun perumahan seperti Tanah Karo.
Bercermin dari relokasi tahap pertama di Siosar, lahan yang dibuka seluas 30 Ha sedangkan jumlah jumlah pengungsi yang akan direlokasi sebanyak kurang lebih 1700 KK dari 3 (tiga) desa radius 3 km dari Gunung Sinabung. Jumlah perumahan yang baru selesai kurang lebih 370 rumah, sedangkan sisanya masih menunggu antrian di tenda pengungsian.
Namun, fenomena ini menjadi berubah ketika pemerintah membangun rumah susun untuk para pengungsi. Sehingga sisa lahan yang luas dapat dimanfaatkan untuk pertanian dan membangun infrastruktur lainnya dalam rangka menunjang perekonomian dan kehidupan sosial para pengungsi.
Siwaluh Jabu artinya 8 (delapan) keluarga. Secara sederhananya Siwaluh Jabu dapat didefenisikan sebagai rumah/tempat tinggal yang dihuni 8 keluarga. Sama halnya dengan rumah susun, di mana dalam satu bangunan atau gedung dapat dihuni lebih dari 1 (satu) keluarga.
Dari sisi adat, budaya dan sosial dengan adanya rumah susun untuk pengungsi Sinabung berarti menambah rasa kebersamaan/kekeluargaan dan tolong menolong. Untuk formula yang tepat dalam membangun rumah susun di Tanah Karo, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dapat mencontoh rumah adat Siwaluh Jabu dari segi penataan. Untuk infrastruktur dan peruntukkan dapat disamakan dengan pembangunan rumah susun pada umumnya.
Selain efektif dan efisien, pembangunan rumah susun juga menghabiskan dana yang lebih kecil dibanding dengan pembangunan perumahan. Di samping itu, berikut beberapa fasilitas/infrastruktur di sekitar rumah susun yang diharapkan dari pengungsi Sinabung untuk melanjutkan kehidupan yang lebih baik adalah:
Lahan Pertanian;
1. Irigasi;
2. Pembangunan pipa air bersih;
3. Pembangunan sekolah untuk siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP);
4. Pembangunan jalan menuju tempat relokasi;
5, Rumah Ibadah;
6. Kantor Pemerintahan setingkat desa;
7. Jambur/Pendopo/Aula tempat berkumpul atau acara adat;
8. Drainase;
9. Listrik;
10.Terminal.
Hadirnya rumah susun membantu ribuan pengungsi yang mulai lelah hidup di tenda. Sebagian besar keluarga yang tinggal di sana mulai mengeluh dengan pemerintah yang belum memberikan solusi terhadap nasib ribuan pengungsi.
Wacana rumah susun untuk para pengungsi dapat menjadi nyata, terkhusus dalam rangka Pekan Sains dan Teknologi, dapat menjadi masukan untuk melakukan inovasi pembangunan di daerah terkena bencana khususnya erupsi Gunung Sinabung.
Ketika rumah susun dibangun, sisa lahan yang cukup besar dapat dimanfaatkan menjadi lahan pertanian, agar perekonomian masyarakat bangkit dan kembali menghasilkan sayur, buah serta hasil holtikultura yang merajai di dunia ekspor. Infrastruktur terbangun, perekonomian bangkit, masyarakat Karo sejahtera…
Tidak ada komposisi susu yang paling sehat dan komplit serta diproduksi langsung dengan Kemahakuasan Sang Pencipta selain ASI.
-Kinata’s Mom-
Menjadi
seorang Ibu adalah anugerah yang sangat besar dari Sang Pencipta. Ketika 2
(dua) tahun lalu mengetahui ada sebuah nafas kehidupan di rahim ini, maka
sukacita besar hadir di tengah keluarga kami.
Sama halnya
dengan semua Ibu yang sedang mengandung, proses kehamilan bukanlah hal yang mudah
untuk dilalui. Bulan demi bulan dilalui sampai tepat satu setengah tahun lalu,
seorang bayi cantik hadir mewarnai hari-hari kami.
Sebelum
berumah tangga, saya berusaha mencari informasi mengenai dunia Ibu dan anak.
Salah satu komitmen yang harus dilaksanakan adalah dapat melahirkan secara
normal dan memberikan ASI Ekslusif selama 2 (dua) tahun. Namun, kenyataan tak semudah
dan semulus perencanaan.
Setelah
mengalami kontraksi selama hampir 3 (tiga) hari, saya terus berjuang agar si
kecil dapat lahir secara normal. Namun,
tetap si kecil tidak dapat dilahirkan sesuai dengan keinginan. Kondisi semakin
lemah, di hari ke 4 (empat), dokter kandungan menyarankan untuk dilakukan
caesar.
Semula
sangat berat menerima kenyataan harus masuk ke ruang operasi. Namun, demi kesehatan dan keselamatan
Ibu dan calon bayi, maka dengan penyerahan penuh kepada Sang Pencipta semua
proses dimudahkan.
Beberapa jam
setelah ke luar dari kamar operasi, bekas luka di sekitar perut sangat terasa
perih, hal ini di perburuk dengan kondisi Rumah Sakit yang tidak melakukan
Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
Sempat
merasa kecewa besar pada pihak Rumah Sakit karena tidak mendukung IMD. Alhasil, di tengah penyembuhan luka,
saya berusaha agar si kecil dapat menerima kolostrum. Namun, tidak tahu caranya menyusui dengan benar, padahal banyak
buku dan informasi yang sudah dibaca. Kembali bahwa praktik tidak semudah teori.
Seperti
informasi yang pernah saya dapatkan bahwa pentingnya IMD karena:
1. Dada Ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak
mencari payudara. Hal ini menurunkan kematian karena kedinginan (hyportemia).
2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernafasan dan detak jantung
bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi
pemakaian energi.
3. Bonding (ikatan kasih sayang) antara ibu dan bayi akan lebih baik
karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya
bayi tidur dalam waktu yang lama.
4. Bayi yang diberi kesempatan menyusu lebih dini berhasil menyusui
ekslusif dan akan lebih lama disusui.
5. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar.
Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberi
kesempatan inisiasi menyusu dini lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang
tidak diberi kesempatan. Kolostrum ASI istimewa yang kaya akan daya tahan
tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan
usus, bahkan kelangsungan hidup bayi.
Alhasil, saya tidak tahu apakah bayi saya mendapatkan kolostrum atau
tidak, karena pihak Rumah Sakit sudah memberikan susu formula (sufor) selama 2
(dua) hari. Jadi, hari ke-3 baru si kecil mendapatkan ASI.
Dalam hal
ini, untuk para Ibu yang ingin memilih Rumah Sakit tempat persalinan, maka
pastikan bahwa rumah sakit tersebut mendukung program IMD. Hal ini baik
untuk menunjang proses pemberian ASI selanjutnya.
Komitmen
memberikan ASI kepada si kecil semakin menggebu-gebu,
karena salah satu pemberian Ibu yang tidak ternilai harganya adalah air susu. Tidak
ada satu teori pun yang menyanggah pentingnya ASI bagi kesehatan dan tumbuh
kembang anak.
Menurut artikel
yang pernah saya baca bahwa pemberian ASI Ekslusif kepada bayi dapat mengurangi
jenis penyakit ketika anak tumbuh dewasa. Di tambah kemampuan test intelegensia yang lebih baik
dibandingkan dengan anak yang mendapatkan susu formula. Selain itu manfaat ASI
Ekslusif untuk buah hati kita adalah:
- ASI memberikan manfaat pada bayi karena mudah dicerna apabila ketika pencernaannya belum begitu sempurna (di bawah usia 6 bulan).
- ASI dapat menyempurnakan tumbuh kembang bayi bahkan ASI dapat membuat sehat dan juga cerdas.
- ASI dapat menjadi antibodi alami tubuh bayi terutama yang berhubungan dengan penyakit infeksi.
- ASI akan selalu ada pada suhu yang tepat sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan membuat bayi terlalu panas atau dingin.
- Komposisi dan volume ASI akan disesuaikan dengan kebutuhan bayi. Kita tidak perlu kuatir akan berkurang sampai 6 bulan.
- Pada sistem pencernaan bayi sampai dengan 6 bulan, ASI merupakan makanan dan minuman yang tepat untuk bayi tanpa harus diberikan makanan atau cairan tambahan.
- Frekuensi bayi menyusu akan terganggu apabila diberikan minuman atau makanan selain ASI. Sehingga usahakan tetap memberikan ASI.
Pengalaman
yang lumayan menyedihkan di dalam lika-liku memberikan ASI kepada si kecil
adalah saat seminggu pertama ASI keluar. Berhubung si kecil sudah 2 (dua) hari
minum susu formula dengan intesitas yang cukup banyak dan tiba-tiba beralih ke
ASI yang dapat dikatakan belum deras, maka bayi mulai merengek dan hampir tiap jam-jam lapar/haus menangis bahkan sampai
menangis kejar.
Melihat
kondisi ini, saya mulai tanya sana-sini dan mencari informasi agar si kecil
dapat menyesuaikan kembali dengan kondisi ASI yang belum deras. Lalu hadirlah
nasehat seorang teman untuk menyediakan pompa ASI agar jam-jam tertentu saat si
kecil tertidur, Ibu dapat terus memompa agar lama-kelamaan ASI dapat deras.
Suatu malam,
sehabis konsultasi dengan suami maka hati mulai galau untuk membeli pompa ASI. Karena persediaan dana sangat
menipis dikarenakan yang semula dana hanya untuk persalinan normal berubah
menjadi persalinan caesar. Sekali lagi tips untuk para Ibu yang ingin melahirkan,
diharapkan menyediakan dana untuk persalinan normal dan caesar.
Dengan penuh
pertimbangan, alhasil rela ngutang ke
keluarga untuk membeli pompa ASI dengan merk
dan harga yang lumayan mahal. Berdasarkan searching
sana-sini, merk tersebutlah yang baik
dan rata-rata semua Ibu cocok memakainya.
Alhasil, pompa ASI pun dibeli, kegiatan pompa-memompa selalu dilakukan
demi menstimulus ASI yang deras. Benar banget
tak sampai 2 (dua) hari memakai pompa, ASI mulai deras layaknya botol susu dengan
lubang yang besar. Si kecil kembali menikmati ASI dan frekuensi menangis
menjadi berkurang drastis.
Pada waktu
umur 3 (tiga) bulan, ada hal yang tak biasa terjadi pada anak saya. Hampir
setengah hari, dia tidak mau minum ASI. Perasaan kembali mulai cemas, takut
kalau si kecil kekurangan cairan atau nutrisi. Padahal seharusnya 1-2
jam/sekali, dia harus minum ASI.
Kemudian
mertua menyarankan untuk memberikan nasi yang dibuat seperti bubur. “Mungkin, sekarang waktunya dia makan, dulu
anak umur seminggu sudah diberi makan”, katanya. Namun, dalam hati tak rela masih 3 (tiga) bulan harus diberi MPASI.
Pemahaman orang tua dulu berbeda dengan pemahaman sekarang bahwa anak diberi
MPASI setidaknya di atas umur 6 (enam) bulan.
Tanpa mau
berselisih paham dengan mertua, maka saya diam-diam tetap mengusahakan memberi
ASI ke anak saya. Walaupun dia terus menolak hampir seharian, saya berjuang
terus. Alhasil, saat menjelang malam
dia mau walaupun dengan kondisi yang sedikit dipaksa.
Keesokan
harinya, saya merasa tenang dan bahagia karena si kecil kembali menikmati ASI bukan
NASI. Ingat lho Mom, bayi diberi makanan padat di atas 6 (enam) bulan setelah
lulus ASI ekslusif. Pemahaman orang dulu memang berbeda dengan
sekarang, bukan perselisihan yang dicari tapi solusi.
Saya tinggal
di daerah yang cukup sejuk/dingin. Pada saat si kecil berumur 5 (lima) bulan,
saya terkena demam. Perasaan mulai tidak tenang, ketakutan pertama adalah
bagaimana dengan si kecil? Jika saya tetap memberikan ASI, apakah nanti demam
saya tertular ke si kecil?
Kemudian
saya tidak boleh meminum obat demam yang nantinya terkandung di ASI, tentunya
ini tidak baik untuk bayi yang masih sangat rentan. Hal ini membuat saya
semakin stress dan kebanyakan informasi yang saya terima bahwa apabila stress
maka tidak mendukung produksi ASI yang baik.
Maka selama
demam saya selalu berdoa kepada Tuhan agar demam tidak merampas ASI untuk
anakku. Walaupun dalam kondisi demam, saya terus memberikan ASI, serta selalu
menjaga kebersihan agar si kecil tidak mudah tertular.
Kembali
bahwa setiap niat baik yang kita lakukan disertai dengan doa kepada Sang
Pencipta maka pasti ada jalan. Tak sampai 3 (tiga) hari saya pulih
total dan demam menghilang, sampai detik ini tak pernah kembali lagi.
Pesan yang
saya dapat dari kejadian ini adalah selalu tenang, usahakan tidak stress dan
selalu berserah kepada Tuhan dalam kondisi apapun. Di tambah dengan tetap
menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh pasca persalinan.
Dua minggu
menjelang MPASI, kembali ada kejadian yang membuat saya kuatir berlebihan. Di
mana suatu malam saat ingin menidurkan si kecil tiba-tiba saya merasa ASI tidak
keluar deras seperti biasanya.
Si kecil pun
tertidur pulas, waktu tengah malam saat si kecil terbangun dan ingin menyusu,
ternyata ASI tidak ke luar sama sekali. Akhirnya, tangisan histeris si kecil
kembali terdengar, padahal tangisan ini sudah ‘pensiun’ sejak lama.
Pompa ASI
pun turut membantu, tetapi sama sekali tidak berpengaruh. ASI keluar hanya
beberapa tetes. Hati dan pikiran mulai panik, bagaimana kalau si kecil tidak
mendapatkan ASI sampai pagi hari, ditambah si kecil belum genap 6 (enam) bulan untuk
menerima MPASI.
Penuh
kesabaran untuk menimang si kecil, maka dia pun tertidur lelap. Dapat dikatakan
malam itu adalah malam terpanjang saya terjaga. Saat pagi menjelang, semua
jenis makanan yang mendukung agar ASI dapat kembali deras pun di konsumsi
habis-habisan.
Saya hanya
bisa berdoa agar ASI kembali bersinar mengisi kebahagiaan kami. Namun, selama 2 (dua) hari ASI macet,
tidak selancar aliran sungai Bengawan Solo. Beberapa teman ada yang menyarankan
untuk memberikan susu formula, tapi dalam hati ada penolakan besar karena tak
rela sufor mengisi lambung si kecil.
Saat melihat
wajah si kecil ada dorongan kuat dari hati bahwa ASI akan kembali normal. Keyakinan
dan kepercayaan bahwa ASI akan kembali normal terwujud, tanpa meminum
obat-obatan atau herbal, ASI kembali deras.
Pelajaran
yang saya ambil adalah bahwa ketika kita memiliki keyakinan dan dorongan untuk
ingin selalu memberikan ASI kepada si kecil, maka rintangan apapun akan dapat
diselesaikan. Ditambah dengan selalu rajin mengkonsumsi sayuran dan
makanan alami yang mendukung kelancaran ASI.
Saya sangat
bersyukur memiliki seorang patner dalam kehidupan yang selalu mendukung dalam
suka maupun duka. Bapak si kecil selalu stand
by ketika setiap masalah hadir dalam setiap proses tumbuh kembang buah hati
kami.
Di saat
malam hari, ketika sudah terlalu lelah mengurus si kecil, suami selalu membangunkan
untuk memberikan ASI setiap 2 (dua) jam sekali. Malam hari suami juga rela
bangun untuk mengganti popok ketika si kecil BAK atau BAB.
Di waktu
libur, suami juga turut membantu pekerjaan rumah tangga dan menyiapkan makanan
yang mendukung kelancaran ASI. Setiap saat suami memberikan motivasi agar
selalu hidup tenang dan bersabar dalam setiap proses yang dilalui.
Dukungan yang
luar biasa dari suami sebagai bapak ASI merupakan mood booster untuk Ibu
menyusui. Perasaan bahagia dan tidak merasa sendiri dalam mengurus si kecil,
mendorong hormon produksi ASI semakin meningkat dan kualitas ASI semakin baik.
Selamat menjelang wisuda S3 ya nak…
Menjadi
seorang Ibu ASI adalah tidak mudah, perjuangan dilakukan hampir setiap hari. Semua
bertujuan agar si kecil mendapatkan nutrisi terbaik. Semenjak umur 3 (tiga)
hari sampai sekarang anak saya menjelang umur 2 (dua) tahun selalu diberikan
ASI.
Semoga pemberian
ASI kepada anak saya sampai 2 (dua) tahun sebagaimana yang disarankan World Health Organization/WHO. Memang tidak mudah dan mulus, namun ketika
kita percaya dan tetap berserah kepada Sang Pencipta, maka akan ada jalan di
setiap tantangan yang dihadapi.
Dalam tulisan
Prita Ghozie “The Magic of ASI in
Financial Planning” menyatakan bahwa dengan memberikan ASI kepada buah
hati kita, maka kita dapat menghemat banyak biaya/pengeluaran khususnya dalam
pembelian susu formula dan perangkatnya.
Setelah saya
hitung-hitung dalam memberikan ASI kepada anak saya maka saya melihat ada
penghematan yang luar biasa dibanding ketika saya harus memberikan si kecil
susu formula.
Secara
matematis dapat dilihat melalui perhitungan di bawah ini:
1.
Bayi dengan Susu Formula:
Umur 0-24
Bulan
S26 Merk X Tahap 1 Kemasan Kaleng Ukuran 400
gr : Rp140.000,- untuk 4 hari.
Sebulan : 31/4 = sekitar 8 kaleng per bulan.
Pengeluaran sebulan : 8 x Rp140.000 = Rp
1.120.000,-/bulan
Pengeluaran
selama 2 (dua) tahun adalah : 24 x Rp 1.120.000 = Rp26.880.000,-
Pengeluaran
perlengkapan botol, dll selama 2
(dua) tahun = Rp 3.000.000,-
Total
Pengeluaran = Rp29.880.000,-
2.
Bayi dengan ASI
Tidak ada pengeluaran untuk bayi ASI, karena Ibu ASI akan makan
sesuai dengan konsumsi sehari-hari. Penambahan hanya pada konsumsi
sayur-sayuran yang lebih banyak dari biasanya.
Bayangkan
dengan kondisi keuangan keluarga yang belum stabil harus mengeluarkan biaya
sebesar kurang lebih Rp1 juta/bulan, maka akan terasa sangat berat. Dengan ASI,
keuangan keluarga bisa menghemat sampai Rp29 Juta. Dana tersebut dapat ditabung
untuk pendidikan si kecil nantinya.
ASI harus
diperjuangkan, karena memiliki manfaat yang sangat besar, baik untuk si kecil
maupun keluarga. ASI adalah salah satu penyelamat keuangan keluarga dan karena ASI kami
dapat merencanakan tabungan pendidikan untuk si kecil.
ASI adalah
air susu untuk si kecil yang sudah disediakan Sang Pencipta kepada setiap Ibu.
Maka sudah sepatutnya kita selalu mengucap syukur ketika kita dapat memberikan
ASI kepada buah hati kita. Tidak semua Ibu dapat memberikan ASI kepada anaknya,
mungkin karena kondisi kesehatan, kesibukan atau alasan lainnya.
Namun, ketika Ibu sudah berusaha semaksimal mungkin dan belum dapat
memberikan ASI kepada buah hati kita, jangan berkecil hati. Tetap lakukan yang
terbaik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Untuk Ibu
yang saat ini berjuang untuk ASI, tetap semangat dan lakukan yang terbaik,
karena usaha yang kita lakukan tidak akan pernah sia-sia. Menjadi seorang Ibu
ASI memang tidak mudah penuh dengan lika-liku, namun kita percaya buah hati
kita kelak dapat tumbuh sehat, berkembang dan tentunya menjadi generasi penerus
yang patut dibanggakan. Selalu berserah kepada Sang Pencipta maka akan ada
jalan dalam setiap permasalahan Ibu ASI.
Selamat
Meng-ASI dan selamat merayakan Pekan Asi dunia...
Kinata’s Mom